Senin, 10 April 2017

DAYADHVAM HEART.....

Saya mengenal beliau sekedar hubungan antara menantu dan mertua.  Saya pribadi tidak terlalu suka hormat kepada orang tua hanya karena usia, saya hanya hormat kepada orang yang layak untuk dihormati karena mereka memang orang terhormat, bukan karena usia.
Banyak hal hal dari beliau yang tidak saya sepakati, mungkin juga sebaliknya. Ada prinsip hidup yang bertentangan, walau tidak banyak. Dan dengan lantang saya akan memprotes kepada beliau, tanpa rasa sungkan.

Dan disinilah rasa hormat saya timbul. Sungguh. Kadang beda pendapat cukup panas dan keras. Tapi dalam beberapa hari jangan kaget kalau kita bisa ketawa-ketawa saling bercanda.  Dan tidak ada perlakuan yang berbeda, dendam atau rasa kesal. Padahal saya tahu beliau sebagai orang jawa biasa dihormati sebagai orang tua.  Punya mantu saya bukan hal mudah, apalagi memang saya tidak terlalu menggunakan prinsip unggah ungguh walau terhadap orang tua.
Beliau sering mengatakan kepada saya, “Untung aku tahu sifatmu lho Yu…” . Kalau aku mengingat kata kata itu menitik air mata . Karena bagi orang sulit dan keras kepala sepertiku, mendapatkan orang yang mau mengerti kekuranganku bukanlah hal mudah.

Aku mengingat ketika anakku Krisna berusia 6 tahun dan sudah waktunya masuk SD. Kita berbeda pendapat dengan cukup tajam tentang SD yang harus dimasuki Krisna. Beliau bersikeras bahwa Krisna harus mendapat pendidikan terbaik  yaitu sekolah  ********  yaitu swasta yang baik tapi sangat mahal. Bahkan beliau mengatakan bersedia membantu biaya masuk yang cukup tinggi. Tapi kami, aku dan Liza bersikeras bahwa harus masuk SD negeri, yang biayanya murah.  Karena kami bukanlah keluarga yang berlebih, sehingga perlu mendidik anak untuk menerima kenyataan hidup. Memang sekolah di negeri pasti banyak kekurangan, tapi menurut kami justru dari kekurangan tersebut itulah kita belajar tentang kehidupan.  Beliau tetap bersikeras, demikian juga dengan kami.  Akhirnya , mungkin dengan perasaan kesal, beliau menutup telpon dan mengakhiri pembicaraan dengan kami.

Apakah beliau marah? Bagi yang belum mengenal beliau pasti akan berpendapat demikian. Tidak, justru akhirnya beliau bersama Eyang Tie, malah menyempatkan diri kerumah kami di  bogor. Menungguin krisna yang waktu itu sudah bersekolah di SD Negeri. Memastikan bahwa cucunya aman dan bergembira bersekolah di sana. Ikut tertawa dan berusaha maklum dengan segala “kendesoan”  anak anak yang disana, namanya juga sekolah negeri. Dan berusaha memahami dan mengerti keinginan orang tuanya, yaitu kami. Memang perselisihan pendapat ini sebetulnya karena sama-sama sayang terhadap krisna tapi dengan pemahaman dan cara yang berbeda.

Demikianlah beliau, sangat sayang kepada cucu cucunya.  Sangat berusaha paham pemikiran anak-anaknya yang mungkin belum tentu  beliau setuju. Selalu ingat jadwal ujian anak kami, dan mendoakan. Saya tahu beliau bukan orang yang suka ditentang, dan cenderung untuk dominan dalam mengambil keputusan. Tapi karena besarnya jiwa welas asih (dayadhvam)  dan sayang kepada anak cucunya, semua itu diabaikan demi kebaikan dan kebahagian  anak cucunya. .

Maafkan kami Eyang kung, mungkin selama ini kami sering mengabaikan engkau.
Hormat dari hati yang paling dalam dari mantumu. Engkau  aku hormati, baik ketika bersama kami maupun ketika engkau di alam barzah.

 Selamat menempuh kehidupan yang damai, lapang tanpa sakit dan duka cita, Eyang kung…..


Jakarta, 10 April 2017