Sabtu, 20 April 2019

How can I Forgive You - #3

Lanjut ya, ini seri yang terakhir...
Intinya, penulis menawarkan solusi yag terbaik diantara dua kondisi ekstrem : terlalu mudah memaafkan, dan dendam/tidak mau memaafkan. Kondisi acceptance ini, adalah kondisi yang paling sehat bagi korban. Acceptance bukan berarti berempati, menghapus ksalahan, atau mengampuni. Karena bagaimana bisa mengampuni, kalau pelaku sendiri tidak pernh merasa bersalah. Namun juga bukan dendam, dimana waktu, usia, umur habis untuk memikul derita itu. Acceptance lebih berfokus pada perindungan diri dari kejahatan lebih lanjut, tapi tidak terlalu menyiksa diri dengan standard moral yang terlalu tinggi untuk manusia biasa. Mungkin kalau bahasa gaulnya forgiven but not forgotten. Forgiven but no more contact and relationship. Forgiven but go to hell with your bloody manner.
Sebuah buku yang layak untuk dibaca.

Bogor, malam Nisfu Syaban 2019

Kamis, 11 April 2019

SOUL TO SQUEEZE

I've got a bad disease
But from my brain is where I bleed.
Insanity it seems
Has got me by my soul to squeeze.
Well all the love from thee
With all the dying trees I scream.
The angels in my dreams (yeah)
Have turned to demons of greed that's mean.
Where I go I just don't know
I got to got to gotta take it slow.
When I find my piece of mind
I'm gonna give you some of my good time.
Today love smiled on me.
It took away my pain say please
All that you had to free
You gotta let it be oh yeah.
Where I go I just don't know
I got to got to gotta take it slow.
When I find my piece of mind
I'm gonna give you some of my good time.
Oh, so polite indeed
Well I got everything I need.
Oh make my days a breeze
And take away my self destruction.
It's bitter baby,
And it's very sweet.
I'm on a rollercoaster,
but I'm on my feet.
Take me to the river,
Let me on your shore.
I'll be coming back baby,
I'll be coming back for more.
I could not forget
But I will not endeavor
Simple pleasures aren't as special
But I won't regret it never.
Where I go I just don't know
I got to got to gotta take it slow.
When I find my piece of mind
I'm gonna give you some of my good time.
Where I go I just don't know
I might end up somewhere in Mexico.
When I find my piece of mind
I'm gonna keep you for the end of time.
Doo doo doo doo dingle zing a dong bone
Ba-di ba-da ba-zumba crunga cong gone bad

Rabu, 10 April 2019

How Can I Forgive You - #2

Lanjut ya......
Berdasar buku tersebut ada beberapa asumsi yang diyakini di masyarakat,sebagai suatu keyakinan dan sebuah standard moral, namun sebenarnya layak dipertanyakan (Questionable Assumption)

Questionable Assumption #1: Forgiving is good for you. When you forgive, you get rid of the poison inside you and restore your health. When you refuse to forgive, you get sick and suffer.
"Memaafkan baik untukmu. Ketika kamu memaafkan, kamu membuang racun dalam dirimu dan mengembalikan kesehatanmu. Ketika kamu menolak memaafkan, kamu akan sakit dan menderita"

Questionable Assumption #2: Forgiving is the only spiritually and morally sound response to violation.
"Memaafkan adalah satu satunya sikap  terbaik  secara spiritual dan moral terhadap sebuah peristiwa kejahatan.

Questionable Assumption #3: You have only two choices — forgiving and not forgiving.
"Kamu hanya punya dua pilihan, memaafkan atau tidak memaafkan"

Questionable Assumption #4: It is up to you, the person who was violated, to forgive.
"Semua bergantung padamu, sebagai orang yang dijahati untuk memaafkan"

Questionable Assumption #5: Forgiveness is an unconditional gift. It does not need to be earned.
"Memaafkan adalah pemberian tak bersyarat. Tak membutuhkan kelayakan"

Questionable Assumption #6: We all know how to forgive. If only we open our hearts, forgiveness will flow.
"Kita semua bisa memaafkan. Cukup dengan membuka hati,  kemampuan memaafkan tersebut akkan mengalir.

Questionable Assumption #7: Self-Forgiveness doesn’t require you, the offender, to make amends to the person you harmed. It’s a gift to yourself.
"Memaafkan tidak membutuhkan kamu, yang disakiti, sebuah penyesalan dari si pelaku. Itu berguna untuk diri sendiri."

Demikian di buku tersebut beberapa asumsi standard moral di masyarakat, yang diyakini. (Sebagian besar berasal dari tradisi Kristen).

Menurut penullis tersebut, semua asumsi tersebut SALAH DAN MENYESATKAN. Asumsi atau standard moral tersebut hanya menempatkan korban dalam posisi terdakwa. Dalam buku itu akan diulas satu persatu kesalahan aumsi tersebut secara logis (bukan dogmatis) penjelasannya.....silakan baca sendiri....
Apa yang diungkapkan olah penulis buku ini, sebagai seorang psikatris senior, berdasarkan pengalaman sendiri terhadap pasien pasiennya selama ini.

Bagi yang pernah merasakan dalam posisi korban, terdholimi, dan si pelaku hanya tertawa terbahak bahak tanpa rasa sesal pasti memahaminya.

Seorang pejabat korup, tidak terlalu terusik bila supirnya nilep duit bensin. Seorang suami peselingkuh, akan cuek bebek bila istrinya keluyuran dengan brondong. Murid yang tiap hari nyontek, tidak merasa terganggu bila ada SBMPTN yang isinya titpan pejabat, dst. Artinya , semakin kita  tidak menjaga moral, kadang, semakin  mudah kita maklum dan  memaafkan perilaku amoral, vice versa.

Namun, apakah dendam itu sehat? Tidak, bahkan akan menhancurkan. Penullis buku ini menawarkan solusi yang menurut saya pribadi adalah soolusi yang terbaik,realistis dan membumi. Itu adalah ACCEPTANCE, penerimaan.


How Can I Forgive You - #1


Tulisan berikut disarikan dan terjemahkan secara bebas dari buku :

"HOW CAN I FORGIVE YOU " karangan Janis Abrahms, Ph D


Sebuah Pengantar dari blogger

Memaafkan. Begitu sulit. Bukan terhadap keluarga kita, istri, atau anak kita. Bukan, bukan itu.
Tapi kepada seseorang, yang sungguh tidak layak untuk dimaafkan. Kenapa tidak layak? Karena orang tersebut tidak menyesal, bahkan tetap menganggap dirinya benar. Tapi mengapa masyarakat tetap membebani sesorang untuk memaafkan orang yang tidak layak tersebut? Ada apa? Mengapa standar moral itu terasa ganjil.

Terasa ganjil, karena beban itu tertanggung kepada korban. Korban harus memaafkan, kalau nggak dia tidakmemenuhi standard moral. Apakah memang begitu.

Akhirnya kita hidup dalam kebohongan. Kita memaafkan, tapi rasa perih dan sakit itu makin dalam tertancap. Setiap bertemu orang tersebut, yang tanpa rasa penyesalan, rasa sakit kembali menganga. Forgiven but not forgotten. Lha, kenapa ada paradoks itu.

Sedangkan Allah SWT, tidak akan memaafkan umatnya yang tidak mau bertobat. Tapi kenapa manusia dibebankan standar moral yang sebegitu tinggi? Why?

Semua pertanyaan itu terjawab, lewat buku ini. Ada suatu istilah yaitu : MENERIMA. Acceptance. Dan kata itu menjadi kotak pandora yang menjawab semua pertanyaanku itu. Penulis tidak bertutur dari standar moral agama, religi atau kepercayaan yang mengawang di langit. Tapi berdsarkan pengalamannya sebagai seorang psikatris.

Ternyata akar dari standard tersebut berasal dari salah satu agama, yang kebetulan bukan menjadi agama saya. Namun berdasarkan agama yang saya anut, memaafkan dengan tanpa syarat tersebut bukanlah suatu kewajiban, walau bila kita melakukannya surga ganjarannya. Namun sebagai manusia biasa kit berhak menuntut balas tapi secara tidak berlebihan. Itulah QISASH.

Berlanjut ke How CAn I Forgive You #2.............