Lanjut ya......
Berdasar buku tersebut ada beberapa asumsi yang diyakini di masyarakat,sebagai suatu keyakinan dan sebuah standard moral, namun sebenarnya layak dipertanyakan (Questionable Assumption)
Questionable Assumption #1: Forgiving is good for you. When you forgive, you get rid of the poison inside you and restore your health. When you refuse to forgive, you get sick and suffer.
"Memaafkan baik untukmu. Ketika kamu memaafkan, kamu membuang racun dalam dirimu dan mengembalikan kesehatanmu. Ketika kamu menolak memaafkan, kamu akan sakit dan menderita"
Questionable Assumption #2: Forgiving is the only spiritually and morally sound response to violation.
"Memaafkan adalah satu satunya sikap terbaik secara spiritual dan moral terhadap sebuah peristiwa kejahatan.
Questionable Assumption #3: You have only two choices — forgiving and not forgiving.
"Kamu hanya punya dua pilihan, memaafkan atau tidak memaafkan"
Questionable Assumption #4: It is up to you, the person who was violated, to forgive.
"Semua bergantung padamu, sebagai orang yang dijahati untuk memaafkan"
Questionable Assumption #5: Forgiveness is an unconditional gift. It does not need to be earned.
"Memaafkan adalah pemberian tak bersyarat. Tak membutuhkan kelayakan"
Questionable Assumption #6: We all know how to forgive. If only we open our hearts, forgiveness will flow.
"Kita semua bisa memaafkan. Cukup dengan membuka hati, kemampuan memaafkan tersebut akkan mengalir.
Questionable Assumption #7: Self-Forgiveness doesn’t require you, the offender, to make amends to the person you harmed. It’s a gift to yourself.
"Memaafkan tidak membutuhkan kamu, yang disakiti, sebuah penyesalan dari si pelaku. Itu berguna untuk diri sendiri."
Demikian di buku tersebut beberapa asumsi standard moral di masyarakat, yang diyakini. (Sebagian besar berasal dari tradisi Kristen).
Menurut penullis tersebut, semua asumsi tersebut SALAH DAN MENYESATKAN. Asumsi atau standard moral tersebut hanya menempatkan korban dalam posisi terdakwa. Dalam buku itu akan diulas satu persatu kesalahan aumsi tersebut secara logis (bukan dogmatis) penjelasannya.....silakan baca sendiri....
Apa yang diungkapkan olah penulis buku ini, sebagai seorang psikatris senior, berdasarkan pengalaman sendiri terhadap pasien pasiennya selama ini.
Bagi yang pernah merasakan dalam posisi korban, terdholimi, dan si pelaku hanya tertawa terbahak bahak tanpa rasa sesal pasti memahaminya.
Seorang pejabat korup, tidak terlalu terusik bila supirnya nilep duit bensin. Seorang suami peselingkuh, akan cuek bebek bila istrinya keluyuran dengan brondong. Murid yang tiap hari nyontek, tidak merasa terganggu bila ada SBMPTN yang isinya titpan pejabat, dst. Artinya , semakin kita tidak menjaga moral, kadang, semakin mudah kita maklum dan memaafkan perilaku amoral, vice versa.
Namun, apakah dendam itu sehat? Tidak, bahkan akan menhancurkan. Penullis buku ini menawarkan solusi yang menurut saya pribadi adalah soolusi yang terbaik,realistis dan membumi. Itu adalah ACCEPTANCE, penerimaan.