Rabu, 11 Desember 2019

ME AND MY MENTAL ILLNESS #7 Sosmed Pisau bermata dua

Sebagai seorang Bipolar, internet bisa dikatakan sebagai sumber informasinya. Hampir mustahil menemukan informasi tentang Bipolar yang komprehensif di seminar, toko buku dll. Seandainya ada pun, jalan masuknya melalui internet.

Demikian juga dengan saya, mencari informasi sekaligus mencari teman atau komunitas yang mempunyai masalah yang sama dengan saya. Di salah satu sosmed, ada komunitas bipolar dan saya pun bergabung di dalamnya, kurang lebih 3 bulan. Sekarang, saya sudah merasa cukup, atas informasi tersebut, dan menonaktifkan sosmed tersebut.

Berikut perjalanan saya dan kesan menggunakan sosmed sebagai seorang ODB.


  1. Kesan pertama : senang
  2. Kesan kedua : iba dan ingin membantu
  3. Kesan berikutnya : kagum pada beberapa orang yang sukses
  4. Kesan berikutnya : sedikit muak
  5. Kesan terakhir : Cukup di sini. Deaktivasi sosmed, keluar dari keanggotaan.

1. Kesan Pertama : senang. Ya, senang karena ternyata saya tidak sendirian. Dari keluhan-keluhan yang ada, banyak yang menyerupai saya. Jadi berbesar hati, karena yang saya jalani ternyata tidak parah-parah amat. 

2. Kesan kedua : iba dan ingin membantu. Bagaimana tidak iba, keluhan rata-rata ingin bunuh diri, ingin mati, disiksa keluarga. Dihina suami, ditinggalkan istri. Dipecat dari kantor. Serasa ingin membantu , minimal memberi saran, menguatkan dan memberi semangat. Setelah memberi semangat dsj, ada rasa sedikit bangga karena telah berbuat baik. Yang akhirnya aku sadari  itu absurd banget ha  ha ha  ....

3. Kesan berikutnya : kagum pada beberapa orang yang sukses. Ya kagum, karena bisa menjalani kestabilan dengan bagus, tanpa obat, bisa produktif. Mulailah satu demi satu aku DM, sekedar tukar pikiran atau meminta saran. Bagus-bagus sih sarannya. Namun, ternyata banyak yang dari mereka sendiri, setelah aku lihat , sebetulnya belum "beres" juga. Ada orang yang history nya, me "like" postingannya sendiri, sampai puluhan/ratusan. Ada yang mengklaim bebas obat, tapi postingan tumblr nya isinya obat-obat psikotik. Ada yang memberi saran, konsep dsj, tapi ternyata statusnya useless di rumah dsj. Intinya banyak juga yg sebetulnya belum level "stabil" tapi melakukan self proclaimed demi mendapatkan simpati dan kekaguman.
Ya sebetulnya sah-sah saja, namanya juga dunia sosmed, kamu bisa menjadi siapa saja. Yang aku ambil benang merahnya adalah bahwa ODB sebagian memang punya sedikit "kekurangan" yaitu jiwanya sepi sehingga suka mencari perhatian. Maaf, bukan ngejudge, ini penilaian pribadi.

4. Kesan berikutnya; sedikit muak. Sedikit ya, karena nggak muak muak amat. Ada yang ngeluh ini itu, yg sebetulnya solusinya simple, mereka menolak solusi apapun dan memilih menjadi victim selamanya, bahkan menikmatinya. Ya mereka menikmatinya. Ada yg hanya butuh dikagumi, tapi begitu orang lain berada pada posisi lebih stabil, mereka langsung menghindari. Memang bipolar ini anjing banget, apalagi kalau mood swing itu membadai. Tapi, tidak harus semua kebodohan, kemalasan, ketidakmampuan kita , trus dikaitkan karena bipolar. Bisa jadi memang kita lebay, tanpa BD kita lebay. Tanpa BD pun kita bodoh dan malas, dan tanpa BD pun kita terasing karena sihat buruk kita. Bisa jadi. Jangan jadikan BD sebagai alasan atas semua kegagalan kita.

5. Kesan terakhir : cukup disini. I'm out. goodbye sosmed. Nampaknya sudah cukup disini. Gambaran besar insya Allah sudah aku dapatkan.
Dan komunitas berbasis sosmed, buat saya pribadi,  ini bila diteruskan menjadi toxic. 


Bagi saya, sosmed bermanfaat, asal secukupnya. Terimakasih kepada para voulenteer yang sudah membuat komunitas tersebut. Namun, semua itu ada batas cukupnya. Karena mengeluh itu addicted, curhat addicted, sampai lupa untuk menjadi manusia. 
Namun pengalaman di sosmed  semua itu tidak sia-sia, minimal mengembalikan rasa syukur Tuhan atas semua yang sudah saya miliki.

memang sosmed seperti pisau bermata dua untuk kami para ODB.


jakarta desember 2019.