Jumat, 15 November 2019

ME AND MY MENTAL ILLNESS 5#ISOLATED

Undangan reuni itu datang lewat berbagai akun wa. Tapi aku reject. Bukankah seru, bertemu teman teman 25 tahun yang lalu. Apalagi dulu memang berbeda, aku aktif. Bahkan menjabat ketua kelas selama 2 tahun. Humoris, selalu lucu,seperti tak pernah susah.
Tapi sekarang aku sudah berbeda, maaf teman teman. Teman teman yg dulu mengisi kebahagian. Menghibur ku di saat hati terluka oleh seorang (my Dad) yg mulut dan tangannya ringan dan tajam. Disaat skripsiku macet, orang itu hanya bisa menghardik dan menghakimi, dan teman temanku yg membuatkan skripsiku. Aku berhutang budi kepada mereka, dan aku hanya bisa memblok akun wa mereka sekarang. Aku hanya berharap Allah mengampuniku dan membalas kebaikan mereka,teman temanku.
Beginilah seorang ODB, aku juga tidak bisa memahamiku sendiri. Masa laluku begitu tdk ingin kuingat. Ku ingin lupa. Maka kuucapkan SELAMAT TINGGAL REUNI.

Rabu, 06 November 2019

ME AND MY MENTAL ILLNESS #4.educate yourself

Educate Yourself

Dokter bisa memberimu obat, tetapi tidak bisa mengajarimu mengenal temanmu seumur hidup : bipolar.
Teman yang tidak perlu kita benci, tapi kita ajak bekerja sama. Membangun insight sangat perlu, agar dalam episode manic ataupun depresi, ada sedikit kesadaran yang terjaga.

Berapa buku dan audiobook yang sedang aku pelajari


  1. "Screw Bipolar Disorder(audiobook)", oleh Alice Lane : berisi trik untuk menghandle bipolar dan menjadi stabil, tanpa obat. ada 20 hal yang mesti disiplin dilakukan . rate : 4*
  2. "Bipolar Disorder 2 Workbook" , oleh Stephannie Mc Murrich. : berisi a sd Z tentang bipolar 2. rate 3*.
  3. "Preventing Bipolar Relapse", oleh Ruth C White :  cara mencegah relaps, mengurangi tingkat ledakan mood, bertahap mengurangi obat, ditulis oleh seorang PhD sekaligus ODB. rate 5*
  4. "Bipolar 2", oleh Heather Rose; berisi nutrisi untuk masing-masing kondisi episode. rate 3*
  5. "Man's Serach for Meaning", oleh Viktor Frankl : tidak berisi tentang bipolar tetapi mengajariku untuk menemukan makna dalam setiap penderitaan, seberat apapun, yang dikenal sebagai Logoteraphy. Rate 5*
  6. "I'm Not Crazy, Just Bipolar", oleh Wndy K : berisi kisah drama seorang penderita Bipolar, sayang aku kurang suka, cenderung mentrigger. rate 3*









ME AND MY MENTAL ILLNESS #3. deklarasi


DEKLARASI

Salah satu bagian tersulit dari seorang ODB adalah berterus terang tentang keadaannya. Tentu saja itu karena stigma yang berada di masyarakat. Apalagi kalau sampai boss tahu, bisa jadi dipecat dari kantor. But I have to do it.

Orang luar pertama adalah saudara kandungku. Walau bernuansa memberi tahu dan meminta maaf, dengan humble, tapi intinya menyiratkan untuk keluarga besar dari ortuku untuk stay away karena mereka toxic. Awalnya dia nggak sadar “massage” itu. Namun suatu pertengkaran kecil, dan aku menyampaikan : kamu  dan seluruh keluarga besar sebetulnya adalah toxic itu.

Kemudian berterus terang kepada anak, tentu saja sambil meminta maaf bila selama ini tindakanku menyakiti hatinya. Dan anakku memiliki kebesaran hati seperti ibunya.

Selanjutnya, kepada teman di kantor, dalam suatu rapat, aku meminta waktu untuk menyampaikan itu. Ternyata : notting happened. Datar.

Lega.

ME AND MY MENTAL ILLNESS #2 .masa kecil


Masa Kecil

Ini bagian yang sebetulnya sangat berat untuk kutulis. It’s really hurt.
Seperti anak kecil pada umumnya, memang aku punya kenangan indah, lucu, terutama dalam rawatan ibu. Tapi ada lubang hitam yang mengaga bila mengenang Ayahku. Fuck, Shit.

Tidak usah aku ceritakan , toh gak ada yang percaya. Entah kenapa memang ayahku benci diriku sejak kecil karena memang aku pantang menangis di depannya bila dia ngamuk. Berbeda dengan saudaraku yang lain, yang menangis merengek, dan itu sangat memuaskan hati ayahku. Tapi karena aku tidak mau tunduk dan menyerah, dia semakin kasar dan kasar.

Intinya, sekarang I still hate him to the bone. Walau kini dia sudah tua, 80 tahun-an, ngomong juga gak jelas, jalan juga tertatih-taith, tapi tetap saja kata-kata yang keluar menyakitkan. Makanya aku bertekat, kalau aku mati duluan,pantang dia layat ke rumahka, dan sebaliknya.

Dia telah berhasil menanam kebencian di hati seorang anak, dan anak itu adalah aku. Seorang lelaki berumur 50 tahun.
Dia dan keluarganya  adalah toxic utamaku.

And I repeat: I hate him to the bone.

ME AND MY MENTAL ILLNESS #1


Me and My Mental Illness. #1

Pada hari ulang tahun istriku yang ke 48, aku mendapat vonis itu. BIPOLAR tipe 2. Sebetulnya tidak terlalu mengagetkan, mengingat perjalanan mood swing ku selama hampir 30 tahun ini. Vonis itu aku terima dengan tenang, rileks. Tapi aku tidak bisa bohong bahwa hatiku sedikit hancur di dalam. Aku begitu khawatir, sebagai seorang kepala keluarga, penanggung nafkah utama keluarga, mampukah aku untuk menjalaninya?

Aku bertekat untuk sembuh. Dalam kondisi seperti ini aku sangat menyadari betapa malaikatnya hati istriku. Istriku yang aku maki-maki, disakiti secara fisik di kala aku relaps. Yang dalam kondisi tertentu sangat aku benci. Tapi betapa lapang hati dan jiwanya, begitu banyak maafnya kepada aku, suaminya.

Aku begitu merasa beruntung memilikinya. Namun aku merasa bahwa, aku tidak cukup membahagiakannya. Tidak cukup memberi kasih sayang dan penghidupan yang layak untuknya. Karena betapa aku sibuk dengan hati dan pikiranku sendiri dikala episode itu datang. Biasanya kalau sudah begini aku merasa depresif.

Aku bertekat untuk patuh pada dokter, dan meminum semua obat yang diberikan. Namun, walau aku tahu obat itu dalam kondisi dosis rendah, AKU MERASA KOSONG. Ya obat itu membuatku selalu mengantuk, dan tidak bisa berpikir. Sedangkan pekerjaanku menuntut aku untuk berpikir. Aku berpikir makanya aku digaji. Sebagai seorang engineer aku memang dituntut untuk memecahkan masalah. Dan dengan obat-obatan itu, aku blank.

Akhirnya , untuk sementara aku berpaling kepada beberapa suplemen untuk menjaga moodku. Juga merubah lifestyle ku, selalu olahraga ringan, tidur teratur, makan dijaga. Sambil tetap menyimpan Lithium dan Olanzapin yang diresepkan padaku, untuk jaga-jaga.

Bersambung……………….