Me and My
Mental Illness. #1
Pada hari
ulang tahun istriku yang ke 48, aku mendapat vonis itu. BIPOLAR tipe 2.
Sebetulnya tidak terlalu mengagetkan, mengingat perjalanan mood swing ku selama
hampir 30 tahun ini. Vonis itu aku terima dengan tenang, rileks. Tapi aku tidak
bisa bohong bahwa hatiku sedikit hancur di dalam. Aku begitu khawatir, sebagai
seorang kepala keluarga, penanggung nafkah utama keluarga, mampukah aku untuk
menjalaninya?
Aku
bertekat untuk sembuh. Dalam kondisi seperti ini aku sangat menyadari betapa
malaikatnya hati istriku. Istriku yang aku maki-maki, disakiti secara fisik di
kala aku relaps. Yang dalam kondisi tertentu sangat aku benci. Tapi betapa
lapang hati dan jiwanya, begitu banyak maafnya kepada aku, suaminya.
Aku begitu
merasa beruntung memilikinya. Namun aku merasa bahwa, aku tidak cukup
membahagiakannya. Tidak cukup memberi kasih sayang dan penghidupan yang layak
untuknya. Karena betapa aku sibuk dengan hati dan pikiranku sendiri dikala
episode itu datang. Biasanya kalau sudah begini aku merasa depresif.
Aku
bertekat untuk patuh pada dokter, dan meminum semua obat yang diberikan. Namun,
walau aku tahu obat itu dalam kondisi dosis rendah, AKU MERASA KOSONG. Ya obat
itu membuatku selalu mengantuk, dan tidak bisa berpikir. Sedangkan pekerjaanku menuntut
aku untuk berpikir. Aku berpikir makanya aku digaji. Sebagai seorang engineer
aku memang dituntut untuk memecahkan masalah. Dan dengan obat-obatan itu, aku
blank.
Akhirnya ,
untuk sementara aku berpaling kepada beberapa suplemen untuk menjaga moodku.
Juga merubah lifestyle ku, selalu olahraga ringan, tidur teratur, makan dijaga.
Sambil tetap menyimpan Lithium dan Olanzapin yang diresepkan padaku, untuk
jaga-jaga.
Bersambung……………….
